Memburu Mahameru (Etape VII) : Back To Base, Back To Home

Pukul 10.00 kami sudah selesai makan dan bersih-bersih. Packing segera kami lakukan. Pukul 11.00, kami sudah benar-benar siap. Tapi, kami foto-foto dulu :3

Pukul 12.00 kami baru benar-benar siap. Semua perbekalan sudah beres. Kami mulai beranjak ke Ranupani bersama rombongan dari Negri Cina yang ngecamp dibawah kami dan semalam berisik bertengkar. Sampai di persimpangan, kami ragu memilih jalur Ayak-Ayak atau jalur Landengan Dowo. Mempertimbangkan fisik, akhirnya kami melewati Landengan Dowo, jalur yang pada awalnya kami lewati waktu berangkat. Lagi-lagi medan pertama kami adalah tanjalan yang cukup curam. Setelah tanjakan naik tebing, kami beristirahat sebentar. Adi yang beristirahat di depan tiba-tiba berjalan sendiri, di belakangnya ada Aryok. Kami yang lainnya pun segera mengikuti.

Istirahat Sejenak di Watu Rejeng (2350 mdpl)

Tak beberapa lama, Aryok beristirahat, tapi Adi tidak ada disitu. Katanya, Adi sudah jalan duluan tanpa pamit. Dia pakai headset. Sementara yang lainnya memilih istirahat, saya, Nyak, dan Nana memilik untuk berangkat duluan dan berada di depan dengan maksud bisa menyusul Adi. Tanggungan saya jadi 2 wanita. Sembari sesekali meneriakkan nama Adi. Sampai jelang Pos 3, kami bertiga meneriakkan nama Adi, dibalas. Nampaknya dia sudah ada di pos 3. Kami bergegas turun dan menambah kecepatan tanpa istirahat sampai pos 3.

Sampai di pos 3, tidak ada orang. Hanya satu-dua orang pendaki lewat saja sambil menyapa. Sembari menunggu rombongan yang lain, kami bertiga istirahat dan minum air. Setelah rombongan berikutnya sampai pos 3, kami bertiga minta air dan melanjutkan perjalanan turun lagi dengan kecepatan tinggi. Sampai jelang Watu Rejeng, kami memanggil adi lagi

Saya                       : Diii adiii
Adi                         : *menyahut* Woiiii, opo???
Saya                       : Tunggu nang Watu Rejeng yo!! Ojo nang ndi-ndi!! (Tunggu di Watu Rejeng ya! Jangan kemana-mana!)

Ada suara yang menyahut “Oke!”

Kami bertiga bergegas ke Watu Rejeng. Lalu kami istirahat sejenak di Watu Rejeng sampai Alip dan adiknya menyusul kami. Setelah persediaan air lengkap lagi, kami bergegas jalan lagi karena Adi tidak ditemukan di Watu Rejeng. Mungkin di pos 2.

Kami kembali ngebut tanpa lihat jam turun ke pos 2. Medan yang tadinya PHP bagi kami Cuma menjadi agak PHP kalau dilalui dengan ngebut. Sampai Pos 2, ternyata benar Adi ada disana lagi leyeh-leyeh menanti air. Mau minta dari pendaki yang naik pun juga tidak tega, karena pendaki yang berpapasan dengan kami wajahnya sudah kuyu-kuyu semuanya, bahkan ada yang sudah pucet hampir pingsan.

Setelah stok minum kembali lagi, setelah mendapatkan stok minum tambahan dari Alip, kami berjalan turun lagi ke Pos 1. Perjalanannya cukup cepat karena kami mengejar kereta dari malang. Ceritanya sih, meskipun sudah pasti nggak bisa -,,-. Sampai pos 1, kami Cuma istirahat sebentar lalu melanjutkan perjalanan lagi. Sampai Landengan Dowo kami sudah benar-benar tidak kuat, dan istirahat sebentar. Sementara Aryo dan Adi sudah jalan duluan dengan dopping dari Oxycan -___-

Baru istirahat 10 menit, rombongan sisanya yang daritadi di belakang jauh menyusul kami. Ternyata mereka setengah lari agar cepat sampai tujuan. Kami yang duduk-duduk di Landengan Dowo pun segera jalan kembali. 30 menit kemudian kami sudah tiba di Ranupani dan menikmati sepiring Nasi Lodeh+Telor Ceplok untuk 4 anak (budget mefet berooo gak ada duit). Total perjalanan kami dari Ranukumbolo ke Ranupani hanya 4 jam kurang saja.

Perjalanan kami berlanjut dengan ojek. Kalau kemarin kami naik ojek bisa langsung turun di depan pos Ranupani, kali ini kami harus turun ke lapangan dulu agar bisa naik ojek. Sesampainya di lapangan, kami naik ojek. Kali ini 1 motor 1 orang. Dan secara kebetulan, ojek yang saya naiki adalah ojek Sumber Kencono. Sekali nyelip, 3-4 motor terlewati. Kalau nyelip di tanjakan dan di tikungan. Kalau ada jalan bergelombang, gak dihindari. Malah dilewati. Sempat lepas dari jok 2 kali -,,-

Bukit Teletubies dari Batas Desa

Gak sampai 15 menit, kami tiba di warung ketika awal dulu kami beli mie goreng kuah mentah. Ekspresi masing-masing dari kami sama: pucet dan ketakutan dibonceng ojek Sumber Kencono. Kami berfoto-foto sejenak, karena persis di depan warung itu adalah Bukit Teletubies yang menawan. Sembari Falah menanyakan dompetnya ke penjaga warung. Celakanya, penjaga warung yang asli sedang pulang ke rumahnya, dan tidak ada temuan dompet yang dilaporkan. Yak sudahlah, Rp 200 ribu melayang lengkap dengan surat-suratnya.
Foto Full Team di Batas Desa



Setelah puas berfoto, kami berjalan turun. Rupanya sangat ramai rombongan yang akan turun karena esok harinya merupakan Hari Raya Idul Adha. Kaki kami sudah sakit senut-senut karena berjalan kebut-kebutan dari Ranukumbolo ke Ranupani, jalur yang kami lewati jalur beton baru, menurun lagi. Pengeremannya full pakai kaki.

Full Team FKG Unair (Ki-Ka: Saya, Adi, Falah, Aryo)

Pukul 18.30 kami tiba di pos persimpangan antara Ranupani-Bukit Teletubies. Truk yang kami pesan sudah menunggu kami. Dan sejenak kami beristirahat di warung dekat situ: 2 gelas teh panas untuk berempat dengan uang yang tersisa. Itupun diskusinya 15 menit sendiri, supaya uangnya bisa bener-bener pas presss.

Senja Jelang Batas Desa

Pukul 19.00 kami berangkat ke Tumpang diantar truk yang kami pesan. Saya Cuma duduk menghadap belakang mencari kehangatan.

Pukul 20.00 kami sudah tiba di Tumpang dan segera berganti angkot. Kali ini yang melayani hanya angkot putih. Tarif pembukaan Rp 10.000 per orang. Tarif normal Rp 6.000 per orang. Kami menawar, akhirnya dapat harga Rp 7.500 per orang. Dan kami pun berangkat ke Terminal Arjosari Malang.

Pukul 20.50 kami sudah tiba di Terminal Arjosari. Rombongan kami terpisah menjadi 2. Saya, Adi, Aryok, dan Falah memutuskan untuk menginap di rumah Adi di Malang, sementara sisanya kembali ke Surabaya dengan bus Patas Hafana dengan tarif Rp 15.000 per orang (hasil nego sama kondektur).


Mendaki gunung bukan tentang bagaimana kita menyombongkan diri kita dan merasa lebih mampu dari yang lain. Mendaki gunung bukan tentang menaklukan alam dan menundukkan alam di bawah kaki kita. Mendaki gunung adalah tentang mencintai alam dengan sepenuh hati, tentang bersahabat dengan alam, dan saat teduh menyatu dengan alam. Mendaki gunung adalah saat yang terbaik belajar memotivasi diri untuk tetap kuat menghadapi tantangan medan yang kadang kita sendiri pun belum tahu. Mendaki gunung adalah saat yang tepat untuk memohon perlindungan dari Sang Pencipta sekaligus mengagumi segala ciptaanNya yang begitu agung dan besar. Mendaki gunung juga adalah tentang bagaimana menjalin solidaritas dengan sesama manusia yang juga sama-sama ingin menikmati keindahan ciptaanNya.

Perjalanan kami ke Semeru telah usai. Semua cerita kami, cerita bahagia, cerita sedih, cerita lucu, bahkan cerita misteri mengisi kepala kami selanjutnya. Tidak berhenti sampai disini. Kami masih akan melakukan trip selanjutnya ke beberapa gunung. Dan janji saya, suatu saat saya akan kembali dan menggapai puncak Mahameru. Kemanakah selanjutnya? Akankah Gunung Merapi-Merbabu? Atau mungkin Gunung Sindoro, Gunung Slamet, atau bahkan Gunung Halimun-Salak? Atau mungkin Gunung Arjuno-Kembar 2-Welirang? Kita nantikan saja cerita selanjutnya, mana yang akan muncul lebih dahulu -End

Komentar

Postingan Populer